Syariah mewajibkan niat dalam setiap ibadah termasuk puasa. Tidak sah puasa apabila tidak berniat. Menurut jumhur ulama, diwajibkan berniat pada waktu malam (sebelum fajar). Kewajiban ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud (No. 2456), Tirmizi (No. 730) dan Nasai (No. 2332) yang berbunyi: “Barang siapa tidak berniat puasa pada malam hari, maka tiada puasa baginya“. Sudah menjadi kelaziman untuk mengucapkan niat berpuasa (nawaitu shoimaghadin … ), entah itu dilakukan sendiri atau dilakukan beramai-ramai setelah shalat tarawih.

Pertanyaannya apakah melafazkan niat puasa ini adalah wajib?

Sebenarnya melafazkan (menyuarakan) niat untuk berpuasa bukanlah perkara yang wajib. Yang wajib adalah apabila seseorang itu mengetahui dengan sadar apa yang akan dilakukannya. Jika seseorang itu terganggu dengan perasaan was-was, maka dianjurkan untuk menyebut dalam hati sekedar “Inilah puasa aku”. Jika masih was-was, maka boleh menyebutnya secara lisan untuk mengukuhkan penyebutan dalam hati tadi. Jika setelah itu masih was-was juga, maka jangan diberi perhatian, karena tidak lain dan tidak bukan dia adalah permainan syaitan.

Sebenarnya bersahur sudah cukup menunjukkan bahwa seseorang itu telah berniat untuk berpuasa. Akan tetapi kalau tidak terdetik dalam hati pada waktu malam untuk berpuasa keesokan harinya dan tidak sempat sahur, maka tidak sah puasa di sisi jumhur. Contohnya adalah seseorang yang tertidur atau pingsan sebelum maghrib dan tersadar setelah subuh keesokan harinya.

Diringkas dari buku “Menelan Air Liur Tidak Membatalkan Puasa” karya Hafidz Firdaus Abdullah